Pages

Mistik Gunung: Setan Dari Golongan Jin

Pada tulisan sebelumnya, saya sudah jelaskan 5 pondasi yang saya susun yang berkaitan dengan jin (Baca: Mistik Gunung: Jin)

Apakah saya pernah diganggu jin-jin yang bersifat setan saat mendaki gunung?

Mungkin pernah, tapi saya tidak perduli!

Ada banyak cerita dari pengalaman-pengalaman saya dalam melakukan pendakian-pendakian gunung di Aceh yang memiliki aroma-aroma mistik. Tapi saya tidak pernah memperdulikannya. Saya lebih menganggap hal-hal semacam itu sebagaimana fenomena alam biasa. Pun bila sudah merasa seperti diganggu, merinding istilah orang. Saya tidak segan-segan untuk berteriak, menggertak dan menantangnya dengan sebilah parang ditangan, atau saya akan mencoba menebas-nebas sesuatu dengan marah agar ia tahu bahwa saya tidak gentar karena saya sudah mengganggapnya sebagai musuh yang mencoba menyerang.

Contoh, pada suatu ketika dalam pendakian gunung Goh Leumo (800m) di Peukan Bada, Aceh Besar. Saat sedang berjalan sendirian, saya tersentak, terkejut seperti seakan-akan ada yang memanggil saya. Saat itu juga saya merasa merinding. Menanggapi situasi ini, saya berpikir mungkin karena kelelahan, jadi saya mendengar sesuatu dari kejadian alam, apapun itu, seperti seakan-akan memanggil saya. Agar psikologis saya tenang, pada saat itu saya langsung mengeluarkan sebilah parang yang tersarung dipinggang dan kemudian menebas-nebas batang-batang tumbuhan kecil disekeliling seraya berkata sambil menantang, "Dimana kau? Keluar! Saya tidak takut, keluar kalau berani! Jangan coba kamu ganggu saya, saya tidak gentar dengan kalian!"

Begitu juga di gunung Alur Peureu (1.408m) di Lhoong, Aceh Besar. Saat itu saya alami mimpi buruk sehingga tersentak dan terjaga dari tidur pada saat di Camp malam ketiga. Tanpa pikir panjang saya langsung mengeluarkan sebilah parang dan menebas-nebas pohon besar yang berada tepat disamping saya tidur seraya berkata, menggertak sesuatu yang mungkin tersembunyi disana, "Keluar! Jangan coba kamu ganggu saya. Saya tidak takut!" Sesaat kemudian hati pun menjadi tenang dan saya lanjutkan untuk tidur kembali. Akhir cerita Camp ini pun diberi nama "Camp Mimpi Buruk."

Contoh lain lagi, di gunung Sarong Kris (571m) di Sabang misalnya, selain ada kisah mengenai Aulia, juga ada kisah mengenai jin jahat disana. Ia dikatakan berbentuk seperti manusia, berjalan merangkak dengan posisi kayang. Pada saat malam kedua penjelajahan, kami menyebutnya Camp 2 (C2), saya sangat penasaran dengan sosok yang dikisahkan ini. Karena saya tidak mau terkejut apabila memang dia ada dan datang mengganggu, jadi malam itu sebelum tidur saya memutuskan untuk memantau keadaan sekeliling, mencari-cari mungkin dia ada disekitar situ. Tapi dia memang tidak ada, sehingga ekspedisi selesai, Alhamdulillah kami tidak ada gangguan apapun dari golongan jin yang bersifat setan seperti yang dikisahkan tersebut.

Di Cot Tulopo (450m) di Siëm, Aceh Besar. Kisah sesosok jin tanpa kepala. Pada Agustus 2023 lalu saya mendaki kesana bersama seorang anak berumur 5 tahun. Hanya berdua. Itu berarti saya tidak takut dan tidak perduli dengan kisah itu.

Di Goh Bireun (931m) di Bireun. Sebuah kisah tentang seekor burung merpati raksasa sebesar mobil. Entah jin entah bukan, tapi saya juga tidak takut. Harap-harap jika bertemu saya bisa menangkapnya dan menjadikannya sebagai kendaraan. Bukankah keren jika ada burung sebesar itu dan kita menjadi pawang untuk mengendarainya?

Di gunung Goh Cumoh (684m) di Pulau Breuh, Pulo Aceh. Menurut kisah Raja Jin bersemayam disana, orang pulau menyebutnya "Radja Pari" bahkan warga dan pihak keamanan yang mengetahui niatan kami untuk mendaki gunung tersebut merasa resah, takut kami tidak akan bisa pulang lagi. Soalnya, dikatakan Raja Jin ini telah berhasil membunuh seorang alim ulama di pulau itu dengan memutar kepala sang ulama 180° ke belakang dan kisah tentang sesosok tubuh gelap seperti bayangan manusia, yang bila dipandang maka ia akan semakin membesar dan membesar hingga menjadi seperti raksasa.

Ada banyak cerita tentang kisah-kisah mistik yang berkembang digunung-gunung yang sudah pernah saya daki di Aceh, tapi hal tersebut tidak dapat diuraikan seluruhnya dalam tulisan ini. Saya hanya memilih beberapa sample untuk dijadikan contoh.

Menanggapi hal-hal semacam ini saya pribadi sedikit pun tidak pernah gentar. Saya biasanya hanya tersenyum saja ketika mendengar kisah-kisah tersebut guna menghargai sang pengisah. Saya berani bukan karena saya adalah orang yang alim, tidak! Tetapi hal-hal semacam itu tidak pernah menjadi fokus pemikiran saya dalam setiap ekspedisi. Berpikir soal navigasi darat, perintisan jalur, vegetasi alam, flora fauna yang tumbuh dan berkembang disana, water spot area untuk ketersediaan air, dll, jauh lebih penting. Dengan selemah-lemahnya iman, Alhamdulillah, sampai hari ini gangguan-gangguan tersebut belum pernah saya rasakan. Bahkan saya lebih takut pada sesuatu yang jelas-jelas wujud dan sudah pasti ada digunung, yaitu hewan buas dan satwa liar seperti harimau, ular, beruang, gajah, bahkan lebah atau yang lainnya. Untuk antisipasi hal ini pun saya memiliki persiapan tersendiri apabila sewaktu-waktu harus berhadapan dengan mereka.

Bukan maksud diri sombong atau merasa hebat dengan mahluk-mahluk ini, tapi selama tidak diganggu, saya tidak akan mengganggu. Karena langkah-langkah yang saya ambil bukan untuk menyerang melainkan untuk mempertahankan diri.

Atas dasar 5 (lima) susunan poin yang sudah saya terangkan sebelumnya, inilah penjelasan saya terkait dengan hal-hal mistik digunung yang berkaitan dengan jin.

Jin itu memang ada, jin itu nyata, tapi jin jangan disembah, disanjung atau dikasih makan, seperti yang diperbuat oleh orang-orang dipulau seberang. Jin juga hidup, tumbuh, berkeluarga dan bermasyarakat seperti manusia. Jika kita saling menghargai maka semua akan baik-baik saja. Dan selalunya mintalah perlindungan kepada Allah, jangan yang lain. Hanya sekedar sharing, semoga bermanfaat. Bila ada yang keliru mohon dikoreksi dan jangan ragu untuk memberi komentar. Terimakasih.