Pages

Sebuah Komentar Pribadi di Akun Facebook PNAD Representatif

Sebuah komentar pribadi saya pada salahsatu postingan dan statement Dayat Acheh Darussalam, beberapa hari yang lalu:

Saya faham maksud Tgk. Hidayat. Saya faham maksud PNAD. Saya juga faham maksud Dr. Yusra Habib Abdul Gani, PNM. Perdana Menteri PNAD. Walaupun, pada dasarnya, perbedaan pandangan terhadap sesuatu hal dikalangan umat manusia pada umumnya/umat Islam khususnya adalah sebuah kenyataan hidup yang sudah biasa terjadi, lebih-lebih dalam bernegara. Tetapi, saya saat ini belum mau untuk hadir sebagai pengkritik pada tiap-tiap pendapat yang mungkin didalamnya ada perbedaan pandangan dengan pendapat saya terkait dengan apa-apa yang telah dijelaskan/diterangkan oleh PNAD secara keseluruhan, termasuk Tgk. Hidayat sebagai yang terlibat didalamnya. Biarlah saat ini saya tetap berada diposisi pro yang tidak beroposisi, pada 'mereka-mereka' yang berjuang secara nyata untuk mengembalikan kedaulatan bangsa dan negara kita, Aceh Darussalam; kecuali pada Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan seluruh underbow/organisasi turunannya.

Tgk. Hidayat tentunya juga memiliki pendapat pribadi, sebagaimana dengan saya. Tetapi kedudukan Tgk. Hidayat sebagai seseorang yang terlibat didalam PNAD, berpotensi untuk menciptakan noise/gangguan dalam efektifitas komunikasi pada pandangan-pandangan yang disampaikan. Sekali lagi, saya faham. Tapi maksud saya, mungkin orang lain tidak faham, atau belum faham.

Saya pernah membaca, ada 'pertarungan' sengit terhadap sesuatu pendapat dikolom komentar antara Tgk. Hidayat dengan seseorang, yang kebetulan saya juga membangun komunikasi dengan yang bersangkutan (ybs) itu. Mungkin kalau saya sebut, Tgk. Hidayat pasti tahu orang itu, tetapi bukan itu yang menjadi focus saya. Jadi, dengan membaca komentar-komentar dalam 'pertarungan' itu, kemudian mendorong saya untuk menyapa ybs secara personal/direct message. Saya mau tau, apa yang mendasari ybs itu memiliki perbedaan pendapat dengan Tgk. Hidayat sebagai representasi dari PNAD?

    "Bek karu-karu", begitu saya menyapanya.

    "Kon bang, awak nyoe dji-djak peukabeh mandum perjuangan Tgk.Hasan di Tiro, pane na djeut meunan", balasnya. 

    "Hehehe..biasa nyan, yang penting bek karu-karu", timpa saya lagi.

Memang, saya ada membaca bahwa Dr. Yusra Habib Abdul Gani dalam tulisannya telah mengkritik Dr. Hasan di Tiro, mungkin itu maksudnya. Tapi apakah kritik itu bisa dikatakan sebagaimana ybs menyebutnya "dji-djak peukabeh"?

Hari itu, saya juga tidak faham dengan pendapat Dr. Yusra Habib tersebut, ditambah dengan adanya stimulus dari ybs dengan pendapatnya juga, kemudian saya mencoba membuat riset kecil-kecilan untuk mempelajarinya lagi.

Menurut saya:

Dr. Yusra tidak pernah 'meu-peukabeh' perjuangan Tgk. Hasan di Tiro. Bahkan PNAD sendiri adalah turunan dari perjuangan yang sudah digiatkan oleh Tgk. Hasan di Tiro selama ini. Dr. Yusra hanya mengkritik Dr. Hasan di Tiro karena tidak menempatkan posisinya sebagai Pemimpin Negara dan tidak pernah membawa Nama Negara sebenar dalam diplomasi-diplomasinya di dunia internasional, khususnya yang berkaitan dengan administrasi kenegaraan. Kira-kira begitu kesimpulan yang saya dapat. 

Ya, mungkin benar. Saya sendiri belum cukup bukti untuk mengatakan itu keliru, karena saya tidak memiliki/belum memiliki akses untuk menelusuri dokumen-dokumen yang dimaksud itu; lain hal dengan Dr. Yusra.

Tapi dalam proses riset yang saya lakukan itu, saya telah memiliki cukup bukti dan dokumen, konkrit, untuk menyimpulkan bahwa:

Dr. Muhammad Hasan di Tiro memang terkesan tidak konsisten dalam penulisan symbol negara/wadah/organisasi/lembaga/etc. sehingga menimbulkan bias. Bias inilah yang kemudian berkembang sehingga oleh masyarakat dan pengikut-pengikutnya sendiri disimpulkan dan digeneralisir sebagai "GAM (Gerakan Aceh Merdeka)" sampai hari ini; yang pada dasarnya kesimpulan itu adalah buah dari propaganda Indonesia/Jawa pada masa pemerintahan Suharto.

Atas statement ini, bukan berarti saya mau 'meu-peukabeh' perjuangan Dr. Hasan di Tiro. Saya sama sekali tidak bermaksud demikian. Tidak mungkin saya 'meu-pekabeh' beliau PNM itu, dengan semua perjuangan dan pengobanan yang telah diberikan untuk kita bangsa Aceh. Saya kira, begitu pula dengan Dr. Yusra Habib Abdul Gani. 

PNM. Wali Negara Aceh, Dr. Tgk. Hasan Muhammad di Tiro adalah Pahlawan Nasional dan Guru Bangsa. Beliau adalah 'Pelita Negeri' ini. Tapi, apapun cerita, beliau juga manusia biasa yang pasti punya kekurangan. Atas nama kritik, jika itu sehat, apalagi yang berlandaskan pada objektivitas, itu baik. Kritik dimaksudkan untuk memberi masukan dan sebagai bahan evaluasi guna menjadi pedoman agar dapat membangun diri kearah yang lebih baik lagi. 

Mungkin Dr. Hasan di Tiro punya maksud (strategi) tertentu sehingga menetapkan demikian. Tapi, Dr. Yusra juga tidak salah. 

Menurut hemat saya, atas dasar kritik dari Dr.Yusra inilah yang kemudian dijadikan sebagai bahan evaluasi sehingga diputuskan untuk menggunakan symbol nama kembali menjadi: Negara Aceh Darussalam (NAD); sebagai identity 'baru' yang merujuk pada identity asli dan sebagai penegasan serta penguatan konsep successor-state.

Demikian.
Tidak bermaksud lain selain sharing dan tukar pikiran. 

Saleum meusyen. Krue Seumangat, Krue Seumangat. Merdeka!